Insight the Expert #12 Merancang Marketing Funnel untuk Meningkatkan Pengalaman Konsumen yang Efektif

Insight the Expert #12 Merancang Marketing Funnel untuk Meningkatkan Pengalaman Konsumen yang Efektif

Funnel

Dalam dunia digital marketing yang dinamis, memahami perilaku konsumen dan merancang strategi yang relevan menjadi kunci utama keberhasilan brand dalam menjangkau, meyakinkan, dan mempertahankan pelanggan.

Salah satu pendekatan strategis yang banyak digunakan adalah marketing funnel kerangka kerja yang menggambarkan tahapan perjalanan konsumen dari pertama kali mengenal brand hingga menjadi pelanggan yang loyal.

Pada sesi Insight the Expert kali ini, dibahas secara komprehensif bagaimana menyusun marketing funnel yang tidak hanya mendorong konversi, tetapi juga meningkatkan pengalaman konsumen secara menyeluruh.

Setiap tahap dalam funnel memiliki karakteristik dan kebutuhan strategi yang berbeda, yang harus dirancang secara spesifik dan terintegrasi.

Menyesuaikan Strategi Funnel Berdasarkan Segmentasi Brand

Secara prinsip, mindset dalam membangun funnel sebenarnya serupa, mengarahkan audiens dari tahap pengenalan hingga melakukan pembelian. Namun, yang membedakan justru terletak pada strategi pendekatan yang dirancang di setiap tahap, terutama berdasarkan karakteristik target audiens. Misalnya, pada tahap awareness, penting untuk menyusun konten yang secara selektif mampu menyaring audiens sejak awal.

Jika brand yang dibangun berada pada kategori luxury, maka pesan komunikasi dan visual konten harus menampilkan kesan eksklusif dan premium. Sebaliknya, jika brand berada di kelas menengah ke bawah, maka pendekatan kontennya harus lebih membumi dan sesuai dengan preferensi mereka, tanpa perlu terkesan “tinggi”.

Strategi juga perlu diperkaya dengan riset perilaku audiens. Dalam konteks luxury brand, misalnya, apakah mereka lebih tertarik pada diskon potongan harga, atau justru lebih tergerak dengan bonus produk tambahan yang juga premium? Sementara untuk segmen menengah ke bawah, bisa jadi mereka lebih merespons diskon langsung dibanding gimmick seperti buy one get one.

Pendekatan yang lebih fleksibel (agile) dan pengumpulan data dari setiap campaign akan sangat membantu dalam menyesuaikan strategi funnel yang lebih efektif.

Menerapkan Funnel untuk Produk Digital di Media Sosial

Funnel untuk produk digital juga dapat diterapkan secara efektif di media sosial, dengan strategi yang disesuaikan pada tiap tahapnya. Pada tahap awareness, konten yang diunggah sebaiknya bersifat edukatif dan dilakukan secara konsisten, misalnya 1–2 konten per hari.

Jika produk yang ditawarkan adalah digital wedding planner, maka konten edukatif bisa membahas permasalahan umum seputar pernikahan, apa saja yang harus disiapkan, dan langkah-langkah penting dalam perencanaan pernikahan.

Kemudian pada tahap consideration, mulai arahkan konten untuk lebih menggugah ketertarikan dan memperkenalkan produk digital sebagai solusi. Konten harus mulai menunjukkan keunggulan produk dan alasan mengapa produk tersebut dapat menjadi jawaban dari masalah audiens.

Lalu pada tahap conversion, manfaatkan urgensi dengan menawarkan promo terbatas kepada audiens yang sudah menunjukkan minat, seperti menghubungi atau menanyakan produk. Pada tahap ini, campaign bisa diarahkan ke landing page, e-commerce, atau bahkan ke WhatsApp untuk menjalin komunikasi yang lebih personal.

Menganalisis Funnel dengan Google Analytics dan Meta Pixel

Funnel digital tidak hanya dapat diterapkan dalam konten, tetapi juga dapat dimonitor secara teknis melalui tools seperti Google Analytics dan Meta Pixel. Dalam Google Analytics, pengunjung yang hanya melihat halaman awal tanpa melakukan tindakan lanjutan menunjukkan bahwa mereka berada di tahap awareness. Biasanya, pada tahap ini angka page view akan tinggi, tetapi bounce rate juga tinggi.

Sementara itu, jika pengunjung mulai menjelajahi halaman lain, melakukan add to cart, initiate checkout, atau menghubungi via WhatsApp dari website, maka mereka berada di tahap consideration. Mereka sudah menunjukkan ketertarikan yang lebih dalam. Tahap conversion terjadi ketika audiens menyelesaikan transaksi atau mengisi formulir hingga menjadi leads.

Di Meta Pixel, pengelompokan funnel dilakukan berdasarkan interaksi sosial media dan e-commerce. Tahap awareness terlihat dari penonton video yang menyaksikan 50%–100% durasi, atau dari mereka yang mengunjungi profil.

Tahap consideration mencakup mereka yang berinteraksi seperti menyukai, mengomentari, atau mengirim pesan, dan pada CPAS, mereka yang menambahkan produk ke keranjang. Sedangkan tahap conversion mencakup audiens yang telah menyelesaikan pembelian atau tindakan lainnya yang bernilai. Oleh karena itu, penting untuk memastikan setiap event tracking berjalan dengan baik agar proses retargeting bisa lebih akurat.

Pentingnya Retargeting untuk Meningkatkan Conversion

Retargeting merupakan strategi yang sangat efektif untuk meningkatkan peluang terjadinya konversi. Hal ini dikarenakan retargeting menyasar audiens yang sebelumnya telah mengenal brand, bahkan mungkin sudah tertarik. Yang dibutuhkan hanyalah dorongan tambahan untuk menggerakkan mereka ke tahap pembelian.

Contoh paling umum adalah saat seseorang memasukkan produk ke keranjang, lalu tidak segera melakukan checkout. Beberapa waktu kemudian, ia melihat iklan yang menawarkan diskon untuk produk tersebut.

Dorongan seperti ini dapat menciptakan rasa urgensi yang tinggi dan mendorong keputusan pembelian secara cepat. Oleh karena itu, memahami perilaku audiens yang sudah pernah terpapar brand dan menyusun strategi retargeting secara tepat menjadi bagian penting dari strategi funnel yang optimal.

Benchmark Funnel: Dari Awareness Hingga Conversion

Sebagai acuan dasar, terdapat benchmark sederhana dalam proses funneling, yaitu konversi 10% di setiap tahap. Artinya, jika terdapat 2.000 orang yang masuk ke tahap awareness (misalnya mengunjungi toko), idealnya sekitar 200 orang akan masuk ke tahap consideration (misalnya memasukkan produk ke keranjang), dan dari jumlah tersebut minimal 20 orang akan menyelesaikan pembelian.

Namun, angka ini bersifat dinamis tergantung pada karakteristik market dan harga produk. Dalam praktiknya, banyak pelaku bisnis digital mengacu pada best practice dengan conversion rate minimal 1%, yakni satu pembelian dari setiap 100 audiens yang masuk. Angka ini dapat menjadi panduan awal dalam mengevaluasi efektivitas strategi funnel yang dijalankan.

Mengidentifikasi Titik Masalah dalam Funnel

Evaluasi funnel dapat dilakukan dengan menganalisis titik penurunan atau drop-off rate pada masing-masing tahap. Misalnya, jika trafik dan add to cart tinggi namun konversi rendah, maka permasalahan kemungkinan berada pada tahap conversion. Solusinya bisa berupa penawaran promo yang lebih menarik, peningkatan nilai produk, atau memberikan bonus dalam setiap pembelian.

Jika kendala berada pada tahap consideration, maka perlu ditinjau ulang aspek visual dan informasi dari toko atau profil produk. Apakah tampilan toko sudah cukup menarik? Apakah informasi produk disampaikan secara jelas dan meyakinkan? Sementara jika masalah terletak pada awareness, strategi perlu difokuskan pada peningkatan konten edukatif dan penguatan branding. Kolaborasi dengan KOL atau influencer juga bisa membantu menjangkau audiens baru dan membangun kepercayaan sejak awal.

Perbedaan Strategi Funnel untuk B2C dan B2B

Funnel

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam menyusun strategi funnel adalah membedakan pendekatan antara B2C (business to consumer) dan B2B (business to business). Pada pasar B2C, audiens cenderung mengambil keputusan berdasarkan dorongan emosional dan kebutuhan pribadi. Alurnya bisa sangat singkat, mulai dari melihat, menyukai, hingga membeli.

Sementara itu, pada pasar B2B, proses pengambilan keputusan jauh lebih kompleks dan rasional. Setelah melihat produk, audiens akan mempertimbangkan potensi keuntungan, berdiskusi internal, membuat proyeksi bisnis, hingga memastikan efisiensi sebelum melakukan pembelian dalam skala besar. Oleh karena itu, setiap fase funnel dalam B2B perlu dibarengi dengan komunikasi yang terstruktur, kredibel, dan mampu menjawab kebutuhan profesional mereka.

Strategi Optimasi Funnel Berbasis Data

  1. Pantau Data Funnel Secara Berkala
    Periksa metrik pada setiap tahap funnel (contoh: dari View → Klik → Beli). Gunakan tools seperti Google Analytics, Meta Ads Manager, atau tracker manual seperti Google Sheets.
  2. Identifikasi Titik Drop-off Tertinggi
    Temukan tahap di mana audiens banyak yang keluar.
    Contoh: Banyak klik tapi tidak terjadi pembelian? Artinya kemungkinan ada masalah pada halaman produk atau Call to Action (CTA).
  3. Lakukan A/B Testing Bertahap
    Uji satu elemen per minggu, misalnya:
    • Judul
    • Visual atau gambar
    • CTA
    • Copywriting
      Setelah itu, bandingkan performa dan gunakan versi terbaik.
  4. Perkuat Strategi Retargeting
    Arahkan kembali orang-orang yang belum melakukan konversi melalui:
    • Iklan remarketing
    • Reminder via Email/WhatsApp
    • Penawaran terbatas (limited time offer)
  5. Kumpulkan Feedback dari Audiens
    Lakukan survei kecil-kecilan via DM atau fitur live chat:
    “Apa yang membuat Anda belum membeli?”
    Insight ini akan sangat membantu dalam proses optimasi.

Kenali Sumber Traffic dan Pola Drop-off

Jika bounce rate tinggi atau banyak traffic tetapi tidak terjadi aksi (seperti Add to Cart atau pembelian), maka:

  • Analisis Sumber Traffic:
    Apakah mereka berasal dari direct traffic, Instagram, Shopee Ads, atau platform lain?
  • Pahami Journey-nya:
    Contoh: Pengguna dari Shopee Ads cenderung punya journey lebih pendek langsung ke pembelian.
    Tapi dari Instagram → Shopee → Add to Cart → Beli, journey-nya lebih panjang dan potensi drop-off lebih besar.

Hitung ROI dengan Memperhatikan Customer Lifetime Value (CLTV)

Return on Investment (ROI) dapat diukur lebih akurat jika kamu mengetahui nilai pelanggan jangka panjang (Customer Lifetime Value atau CLTV).

  • Hitung CLTV: total pendapatan dari pelanggan selama ia aktif.
  • Bandingkan dengan biaya pemasaran dan retensi pelanggan.

Jika CLTV > biaya yang dikeluarkan, maka strategi retensi layak dilanjutkan. Jika tidak, perlu optimasi lebih lanjut baik dari sisi produk maupun efisiensi biaya.

Dampak Funnel yang Tidak Bergerak

Funnel yang tidak berkembang akan sangat berdampak pada bisnis, antara lain:

  1. Pertumbuhan Bisnis Terhambat
    Funnel yang stagnan akan membuat performa brand stuck di level yang sama.
  2. Kesulitan untuk Scale Up
    Ketika mencoba meningkatkan budget iklan, performa justru bisa menurun jika funnel belum matang.
  3. Biaya Marketing Membengkak
    Funnel yang tidak optimal membuat biaya per konversi semakin mahal.

Namun kabar baiknya, ini bisa diperbaiki. Selama kamu bisa menganalisis dengan tepat di tahap mana masalah terjadi, perbaikan bisa dilakukan secara bertahap dan terarah.

Kesimpulan

Merancang marketing funnel yang efektif memerlukan pemahaman mendalam tentang perilaku audiens, pemanfaatan data secara konsisten, serta kemampuan mengidentifikasi dan memperbaiki titik lemah di setiap tahap funnel. Dengan pendekatan berbasis data, retargeting yang tepat, dan penyesuaian pesan antar kanal, brand dapat meningkatkan pengalaman konsumen sekaligus mengoptimalkan konversi secara berkelanjutan.

Nah, itu dia insight lengkap dari sesi Insight the Expert #12 seputar cara merancang marketing funnel yang efektif untuk meningkatkan pengalaman konsumen. Semoga artikel ini bisa membantumu memahami bagaimana setiap tahapan funnel berperan penting dalam perjalanan konsumen dari kenal hingga loyal terhadap brand.

Kalau kamu ingin terus upgrade skill digital marketing, khususnya soal strategi funneling, paid ads, dan social media, yuk gabung ke komunitas belajarsosmed.com di Telegram! Di sana kamu bisa diskusi bareng praktisi, dapet insight harian, dan update strategi yang terbukti works di lapangan.

Sampai ketemu di artikel berikutnya, ya! Terus eksplor, eksperimen, dan maksimalkan potensimu!

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *