Pernah live jualan tapi penonton cuma numpang lewat? Atau udah diskon besar-besaran tapi yang checkout bisa dihitung jari?
Live selling bukan soal panjangnya durasi atau banyaknya produk yang ditampilkan, tapi bagaimana kita membangun pengalaman yang engaging dan real-time untuk audiens.
Melalui sesi Ask the Expert #14 kemarin, Adrian Farhan berbagi strategi live selling dan konten real-time yang terbukti efektif untuk UMKM. Mulai dari menentukan jam live, membuat konten FOMO, sampai cara menghadapi komentar negatif dengan elegan.
Yuk, kita simak insight dari Kak Adrian tentang bagaimana membangun live selling yang bukan cuma ramai, tapi juga menghasilkan.
Bangun Live Selling yang Berdampak: Strategi Konsisten, Empatik, dan Berbasis Data

Di tengah gempuran konten dan kompetisi digital yang kian padat, live selling hadir sebagai salah satu media paling menjanjikan untuk meningkatkan penjualan dan membangun koneksi langsung dengan audiens. Namun, agar strategi ini benar-benar berdampak, diperlukan lebih dari sekadar tampil di depan kamera dan menawarkan produk.
Dalam wawasan yang dibagikan oleh Adrian Farhan, seorang praktisi yang telah terjun langsung dalam dunia live selling, terlihat bahwa keberhasilan live selling tidak hanya bergantung pada teknik, tetapi juga pada pemahaman mendalam terhadap perilaku audiens, kemampuan membangun relasi emosional, serta konsistensi dalam menghadirkan pengalaman yang relevan dan menyenangkan.
Kunci Awal: Konsistensi dan Waktu Live yang Tepat
Salah satu fondasi utama dari live selling yang sukses adalah konsistensi. Iklan dan live sebaiknya dijalankan setiap hari agar bisa terbaca polanya, baik dalam jumlah penonton, waktu transaksi terbanyak, maupun jenis produk yang paling diminati. Data inilah yang menjadi kompas untuk strategi jangka panjang.
Secara umum, waktu malam hari antara pukul 21.00–00.00 menjadi jam paling potensial berdasarkan praktik yang telah terbukti. Namun, Adrian menyarankan untuk menguji tiga slot waktu live, yaitu:
- Pagi: 09.00 – 12.00
- Siang: 14.00 – 17.00
- Malam: 18.00 – 24.00
Dengan menjajal ketiganya secara rutin, performa bisa dibandingkan melalui dashboard TikTok atau Shopee. Dari sinilah waktu terbaik bisa ditemukan, disesuaikan dengan segmentasi audiens masing-masing brand.
Bangun Urgensi Lewat Flash Sale dan Konten FOMO

Dalam strategi penjualan, menciptakan rasa urgency sangatlah penting. Salah satu cara efektif adalah dengan menerapkan sistem flash sale harian. Ka Adrian membagikan pendekatan “rolling and mixing” sebagai strategi dinamis untuk menjaga antusiasme audiens:
- Hari pertama: Fokus pada produk unggulan.
- Hari kedua: Produk yang kurang laku, diberikan diskon besar.
- Hari ketiga: Gabungan keduanya.
Siklus ini bisa diulang sambil terus memantau performa penjualan. Selain itu, audiens juga bisa diajak untuk segera melakukan pembelian dengan taktik FOMO (Fear of Missing Out), seperti:
“Hari ini sold out, tapi kita bakal restock 100 pcs pas live tanggal sekian. Ada diskon khusus buat 20 orang pertama!”
Kalimat sederhana seperti ini sangat powerful untuk menggerakkan audiens agar tidak menunda pembelian.
Persona & Interaksi: Jiwa dari Live Selling
Sebagian besar penonton live tidak langsung datang dengan niat belanja, mereka datang untuk entertainment. Maka dari itu, keberhasilan live tidak semata-mata ditentukan oleh durasinya, melainkan oleh persona yang membawakannya.
Apakah host-nya cukup engaging? Apakah mampu membuat suasana live jadi hangat, unik, dan menyenangkan?
Beberapa gaya live yang berhasil menarik perhatian misalnya:
- Host yang interaktif dengan audience,
- Membuat gimmick khas, seperti “roasting penonton” atau “spill isi keranjang,”
- Menyisipkan storytelling ringan seperti keseharian, perjuangan membangun brand, atau kisah sukses pengguna produk.
Pendekatan ini membuat live terasa lebih personal dan menyentuh sisi emosional audiens.
Respons terhadap Komentar Negatif: Dari Krisis Menjadi Kesempatan
Komentar negatif adalah bagian yang tak terhindarkan dari dunia digital. Namun, menurut Adrian, tidak semua komentar harus ditanggapi. Jika sifatnya subjektif dan tidak berdampak luas, cukup abaikan dan lanjutkan. Tetapi jika berpotensi mencoreng citra brand, maka penanganannya harus strategis.
Salah satu solusi konkret adalah membuka jalur keluhan khusus, seperti formulir pengaduan yang bisa diisi oleh konsumen yang merasa kecewa. Mereka kemudian diberi service tambahan, seperti retur produk atau voucher khusus sebagai bentuk tanggung jawab brand.
Menariknya, proses penanganan ini bisa diubah menjadi konten storytelling:
- Kisah bagaimana brand menanggapi masukan,
- Proses memperbaiki kesalahan,
- Testimoni dari konsumen yang akhirnya puas.
Dengan ini, citra brand tidak hanya pulih, tapi justru meningkat kepercayaan publik karena dinilai responsif dan empatik.
Kombinasi Konten Evergreen dan Real-Time: Keseimbangan Branding dan Konversi
Adrian menekankan pentingnya memadukan dua jenis konten dalam strategi harian:
- Konten evergreen: Edukasi, testimoni, value brand, sejarah brand, dan konten yang membangun trust jangka panjang.
- Konten real-time: Update stok, reminder live, promo hari ini, cuplikan live, atau progress penjualan harian.
Keduanya bisa berjalan berdampingan, misalnya, membagikan testimoni di Instagram Story setiap hari sambil menyisipkan ajakan nonton live malamnya. Konten-konten sederhana namun konsisten ini akan memperkuat kehadiran brand di mata audiens.
Fondasi Segalanya: Kenali Audiensmu
Sebagus apa pun strateginya, jika tidak tepat sasaran, hasilnya tetap akan minim. Maka, langkah awal dari semua pendekatan di atas adalah: pahami siapa audiensmu. Misalnya, menjual tas wanita ke audiens mayoritas pria tentu tidak relevan.
Dengan mengenali siapa yang menonton live kita (usia, minat, jam aktif, hingga motivasi mereka) semua strategi lainnya akan lebih terarah dan berdampak.
Strategi Humanis untuk Live Selling yang Berkesan
Live selling bukan sekadar menekan harga dan menunggu penonton check out. Ini adalah seni membangun relasi, memadukan data, konsistensi, persona, dan empati dalam satu panggung digital.
Strategi yang efektif bukan hanya menghasilkan penjualan, tapi juga membangun koneksi jangka panjang yang membuat audiens ingin kembali lagi, bukan karena produknya murah, tapi karena brand-nya terasa dekat, relevan, dan bisa dipercaya.
Dengan pendekatan seperti ini, live selling tak hanya menjadi alat transaksi, tapi juga media transformasi brand.
Kesimpulan
Live selling yang efektif bukan hanya soal diskon atau durasi, tapi tentang konsistensi, empati pada audiens, dan strategi berbasis data. Dengan memahami perilaku penonton, membangun interaksi real-time, dan mengelola trust lewat storytelling, UMKM bisa menjadikan live sebagai senjata utama untuk meningkatkan penjualan dan loyalitas pelanggan.
Nah, itu dia insight lengkap dari sesi Insight the Expert #14 seputar strategi live selling dan konten real-time yang bisa langsung kamu terapkan untuk mengembangkan UMKM-mu. Semoga artikel ini membantumu memahami cara membangun live yang engaging, powerful, dan berdampak langsung ke penjualan!
Kalau kamu ingin terus upgrade skill digital marketing, khususnya di dunia live commerce dan social selling, yuk gabung ke komunitas belajarsosmed.com di Telegram! Di sana kamu bisa diskusi bareng praktisi, dapet insight harian, dan update strategi real-time yang lagi works di lapangan.
Sampai ketemu di artikel berikutnya! Terus eksplor, eksperimen, dan maksimalkan potensimu yaa!!